Oleh: Eko WKS
Dari Rembang Menuju Langit
Nama Alfred Emile Rambaldo mungkin tidak banyak dikenal, namun jejaknya begitu penting dalam sejarah penerbangan di Nusantara.
Lahir di Rembang, 16 November 1879, ia adalah seorang Letnan Laut Kelas Dua Angkatan Laut Kerajaan Belanda (K.N.M.) yang menaruh minat besar pada dunia penerbangan — sesuatu yang pada masa itu masih dianggap mustahil.
Awal abad ke-20 adalah masa penuh eksperimen dan keberanian. Di Eropa, para penemu seperti Wright bersaudara dan Zeppelin mulai menaklukkan langit. Dan di Hindia Belanda, seorang perwira muda bernama Rambaldo mencoba membawa semangat itu ke tanah jajahan di timur jauh.
Penerbangan dari Soerabaya
Tahun 1911, Rambaldo mempersiapkan sebuah penerbangan balon udara di Soerabaya. Foto langka menunjukkan ia berdiri di samping keranjang balon, dengan wajah tenang dan penuh rasa ingin tahu. Hari itu, langit Surabaya menjadi saksi dari sebuah eksperimen berani penerbangan balon udara pertama di Hindia Belanda.
Namun takdir berkata lain.
Angin kencang membawa balonnya menjauh ke barat, melintasi dataran Jawa Timur menuju Jawa Tengah. Pada 5 Agustus 1911, balon itu akhirnya jatuh di hutan jati Desa Nglebur, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Rambaldo gugur di usia 31 tahun, setelah terjatuh dari ketinggian sekitar 10 meter saat mencoba menyelamatkan diri dari keranjang balon yang tersangkut di pepohonan.
Nglebur – Di Tengah Hutan Jati Blora
Hutan Jiken di Blora terkenal lebat dan sunyi. Bayangkan suasananya lebih dari seratus tahun silam udara tipis, aroma getah jati, dan di atas pepohonan tinggi itu sebuah balon udara terjerat di antara dahan. Penduduk desa datang dengan rasa ingin tahu, tak menyangka bahwa di tengah rimba itu mereka menemukan seorang perwira penerbang dari negeri jauh.
Peristiwa itu kemudian dicatat dalam berbagai laporan kolonial sebagai kecelakaan balon udara pertama di Hindia Belanda sekaligus menandai berakhirnya perjalanan sang pionir dari Rembang.
Dari Laut ke Langit
Kisah Alfred Rambaldo tidak berdiri sendiri. Kakeknya, J. Rambaldo, adalah seorang Kapten Angkatan Laut Belanda bergelar kehormatan Ridder der Eikenkroon (Ksatria Orde Mahkota Ek). Dua generasi keluarga ini sama-sama hidup di bawah semangat penjelajahan sang kakek di lautan, sang cucu di udara.
Kini, keduanya dimakamkan berdampingan di kompleks pemakaman Kembang Kuning, Surabaya, dalam sebuah nisan marmer dengan tulisan Belanda:
“Grondlegger der Luchtvaart in Nederland en in zijne koloniën.”
Artinya: “Perintis dunia penerbangan di Belanda dan di koloninya.”
Kalimat itu menjadi penegasan bahwa sejarah penerbangan di Indonesia dimulai jauh sebelum hadirnya bandara modern dan pesawat bermesin logam.
Langit Tak Pernah Melupakan
Nama Alfred Emile Rambaldo kini jarang disebut, namun kisahnya tetap abadi. Ia bukan hanya perwira laut atau penjelajah langit, melainkan simbol keberanian manusia yang menolak berhenti bermimpi.
Lebih dari seabad setelah jatuhnya balon itu di Blora, kita masih bisa menelusuri jejaknya dari lapangan Soerabaya, hutan jati Nglebur, hingga batu nisan tua di Kembang Kuning.
Setiap tempat menyimpan serpih kisah tentang seorang lelaki muda yang berani menembus batas antara laut dan langit.
Penutup
Setiap langkah, bahkan yang menembus langit, selalu meninggalkan jejak di bumi tempat ia berpijak.
Jangan Menua Tanpa Cerita – Eko WKS
Surabaya, Rabu, 22 Oktober 2025
📍 Jejak Sejarah:
1. Soerabaya – Lokasi lepas landas penerbangan 1911
2. Desa Nglebur, Kec. Jiken, Kab. Blora – Lokasi jatuhnya balon udara
3. Kompleks Pemakaman Kembang Kuning, Surabaya – Tempat peristirahatan Alfred Emile Rambaldo dan keluarganya (Rabu, 22 Oktober 2025)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar